Cakupan pembahasan tanah ini luas sekali, ada banyak peristiwa di lapangan yang bisa saja terjadi. Tapi untuk mempersingkat tulisan dan menyederhanakan gambaran, saya akan menjelaskan hal yang umum dulu. Antara pihak penjual dan pembeli yang ingin melakukan transaksi jual beli tanah dengan luas utuh keseluruhan bukan sebagian (contoh luasnya 100m2 dibeli 100m2 bukan luas 100m2 dibeli 70m2nya saja, karena itu beda lagi nanti pembahasannya).
Sebelum membeli tanah, baik itu tanah kosong ataupun tanah yang berdiri diatasnya bangunan seperti rumah, hal pertama yang harus diperhatikan adalah legalitasnya, yaitu bukti kepemilikan tanah tersebut, ada beberapa dokumen yang bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah, tetapi dalam tulisan ini kita fokuskan bahas sertifikat tanah.
Pertama, wujud fisik sertifikat.
Menunjukkan sertifikat asli adalah suatu keharusan sebelum melakukan transaksi jual beli.
Jika penjual hanya menunjukkan fotokopi saja, tunda dulu melakukan pembelian. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya, anda membeli, buat kwitansi, tapi pas mau dibalik nama, sertifikat asli tidak diserahkan. Nah, susah kan.
Jika penjual merasa khawatir menunjukkan sertifikat asli tapi nanti direbut misalnya, atau tercecer kalau dibawa kemana-mana, penjual bisa menunjukkan fotokopian kepada calon pembeli, tapi yang asli tetap ditampilkan tapi berada di tangan penjual. Janjian ketemu di rumah penjual atau di RT misalnya. Tetap ditampakkan wujud luar dan dalam sertifikatnya. Jadi pihak penjual dan calon pembeli bisa saling mencocokkan. Tapi namanya awam, kadang ga tahu juga kan apa yang perlu dilihat dari sertifikat. Nah, datang ke Notaris / PPAT, agar lebih yakin, dilakukan pengecekan sertifikat, apakah sertifikat itu sedang dalam jaminan, apakah sertifikat itu terdaftar atau tidak, apakah ganda? Tentu ada biaya, tapi lebih baik keluar sedikit di awal daripada sudah bayar full dan ga bisa diproses karena satu dan lain hal kan?
Bagaimana kalau sertifikat aslinya sedang ada di tempat peminjaman atau bank misalnya? Sehingga tidak bisa menunjukkan sertifikat aslinya? Tentu harus dibuktikan kebenaran informasinya dengan salinan perjanjian kredit misalnya.
Catatan: Pada dasarnya, tanah yang sedang dijaminkan tidak dapat diperjual belikan, akan tetapi biasanya ada penjual yang menjual untuk menutup hutangnya di bank. Contoh soleh menjaminkan tanahnya disebuah bank, karena tidak sanggup membayar atau butuh mendesak, dan lain alasannya, soleh jual ke anda, pembeli. Begitu anda melunasi pembelian, uang itu akan dipakai tebus di bank lalu diserahkan ke anda. Persoalannya, ya kalau ditebus pas anda lunas, kalau enggak? Ya kalau ditebus trus sertifikatnya langsung diserahkan, jika tidak? Jadi bagaimana? Konsultasikan ke Notaris/PPAT agar mendapat penjelasan yang lebih detail, akurat dan komprehensif, termasuk biaya dan prosesnya.
Kedua, perhatikan nama yang tertera di sertifikat tanah tersebut.
Seumpama, anda membeli tanah dari penjual yang anda tahu namanya Soleh, ternyata di nama sertifikat tanah namanya tertera Abdul. Pembeli berhak menanyakan terlebih dahulu, siapa Abdul ini? Kenapa sertifikatnya ada di Soleh? Apakah abdul diketahui keberadaannya dan masih hidup?
Kenapa ini ditanyakan, karena terkait pada proses balik nama nanti dan kejelasan legalitas. Misalnya, Abdul dulu jual ke soleh yang dibuktikan dengan perjanjian jual beli disertai saksi / kwitansi disertai saksi, tetapi Soleh belum melakukan balik nama sertifikat tanah tersebut dan hendak dijual ke pembeli baru yaitu anda.
Jika Abdul ini diketahui keberadaannya, ajak bertemu untuk konfirmasi kebenaran. Jangan sampai, memang terjadi jual beli antara abdul dan soleh tetapi belum lunas, misalnya. Biasanya karena sama-sama awam, jadi walaupun belum lunas, sertifikat asli sudah diserahkan. Jadi akad jual beli antara Abdul dan Soleh belum selesai, lalu bersambung ke anda. Kalau tidak dikonfirmasi, dikhawatirkan akan jadi konflik di kemudian hari, karena tanah tersebut belum sepenuhnya menjadi hak dari soleh untuk menjualnya kembali. Tapi kalau sudah dikonfirmasi kan lebih enak, lebih jelas duduk masalahnya, apakah belum lunas tetapi abdul membolehkan soleh menjual lalu nanti hasil jual diserahkan ke abdul untuk tutup biaya lunas. Kira-kira bisa dipahami ya?
Misalnya lagi jika penjual tanah tersebut bernama Soleh B (nama dan tempat tanggal lahir sesuai identitas kartu tanda penduduk) tetapi di sertifikat hanya tertulis Soleh (tanpa B). Apakah ini satu orang yang sama atau berbeda? Apakah B pada nama soleh itu adalah singkatan atau bukan, tapi memang namanya saja B begitu. Karena nama ini ga bisa disepelekan, bisa saja beda orang tapi namanya sama. Bisa juga misalnya nemu sertifikat jatuh, tapi pemilik asli ga urus kehilangan dan sebagainya. Itulah mengapa perlu datang ke Notaris/PPAT sebelum melakukan transaksi.
Ketiga, status hak di sertifikat tanah.
status hak kepemilikan di sertifikat tanah lazimnya dua, hak milik atau hak guna bangunan. Jika di sertifikat statusnya terterak hak milik, berarti tanah itu tidak perlu diperpanjang, diperbaharui, dan tidak ada jangka waktunya. tetapi jika tertera hak guna bangunan, maka tanah itu punya jangka waktu. Perhatikan jangka waktunya, jika tanah hak guna bangunan sudah habis, sebaiknya minta penjual memperbaharui haknya dahulu karena tanah hak guna bangunan yang sudah habis masanya, maka beralih menjadi tanah negara, ga bisa dijual belikan, dan ada proses pembaharuan. Tapi jika belum habis masanya, masih bisa dilakukan jual beli.
Nah demikianlah informasi kali ini, syarat utama untuk dapat dilakukan balik nama adalah sertifikat asli atas tanah tersebut. Bukan fotokopian. Subyek dan objek harus jelas. jangan ragu untuk konsultasi ke Notaris / PPAT. Jangan mengkhawatirkan hal-hal seperti “kalau mau konsul nanti harus fix disana ngurusnya padahal mau nanya-nanya aja dulu” ya kan? Lebih baik konsul sama ahlinya agar lebih mantap sebelum memutuskan melakukan transaksi. Salam.
[…] Perhatikan 3 Hal Tentang Sertifikat Tanah Sebelum Membeli […]
[…] Baca lengkap: Perhatikan 3 Hal Tentang Sertifikat Tanah Sebelum Membeli […]