Tayangan

Analisa Singkat 4 Karakter di Film Makmum

Spoiler: untuk mama yang pengen nonton bareng sama anak tapi mata ngantuk, mencuri tidur tanpa ketinggalan cerita film. I got your back, mom!

Banyak sungguh banyak, cerita film hantu berlatar dari mereka yang kematiannya tidak wajar, meski tak tahu juga yang wajar itu bagaimana, salah satunya tentang Ningsih, anak asrama yang menjadi makmum saat sholat berjamaah berdua saja dengan Rini di Musholla asrama, kembali ke kamarnya, masih mengenakan mukena, dia tidur. Lampu petromak dinyalakannya, tapi tidak ditutup tabung kaca, kemudian menyambar gorden kamar dan terjadilah kebakaran. Ningsih yang lelap seperti diracun orang padahal tidak, terbangun saat api sudah memenuhi kamarnya dan ia tak menemukan jalan keluar hingga terbakarlah ia. Ada beberapa poin yang menarik dari film ini, yang lebih menakutkan ketimbang hantu yang ikut jadi makmum. Klasik, manusia.

Kinanti dan Slamet, pelaku nyata Fear Mongering
Slamet, sang penjaga asrama, dan Kinanti, sang Ibu asrama yang mengetahui kebakaran segera menuju ke kamar Ningsih dan mendapati Ningsih tergeletak di lantai kamar yang menghitam. Tubuh, rambut dan mukenanya terbakar. Melihat keadaan seperti itu, Slamet menebar fear mongering-teknik menakut-nakuti, memanipulasi, memanfaatkan situasi, agar hal berjalan dengan yang dikehendakinya-, ke kepala asrama yang cilakanya dimakan mentah-mentah. Perhatikan petikan dialog pada film. Asumsi ketakutan yang belum tentu terjadi, semacam “hayolooo ntar kalo ketauan ada kebakaran kita bisa dipenjara, disangkanya kita yang ngebakar, nanti asrama ditutup gimana? ga ada yang mau kesini lagi, nama baik rusak, uang hilang”. Pffttt.


“apa yang harus kita lakukan? Nanti kita bisa dituduh dan diminta pertangggungjawabannya. Dan asrama ini bisa ditutup. Dan kita…”

Slamet menggantung kalimatnya, membiarkan Kinanti menentukan sendiri akhir kalimatnya

“saat ini anak-anak sedang liburan. Tidak ada yang tahu kalau Rini dan Ningsih..” sambung Slamet.
“kuburkan saja jenazahnya, sekarang.”

Akhirnya Kinanti memberi perintah di dorong rasa cemas dan takut, termakan bisik-bisik tetangga penjaga.

Slamet pun mengubur Ningsih di halaman asrama dan Ningsih surprisingly mengangkat tangannya pertanda dia masih bernyawa. Slamet tahu tapi tetap melempar tanah. Ningsih sudah tak sanggup bersuara, dia pun mati terkubur hidup-hidup dalam keadaan sekarat terbakar.


Ningsih: Roh Gentayangan yang tidak cermat.
Sudah lazim di ingatan kita, dalam film, mereka yang mati tak wajar atau ada hal yang belum tuntas di dunia, mereka akan menjadi arwah gentayangan. Ada banyak contoh film hantu yang meneror pelaku penyebab kematian mereka. Paling kesohor adalah Suzanna, yang dalam berbagai judul film, membunuh para pembunuhnya sebelum dia pergi dengan tenang. Bagaimana dengan Ningsih? Ningsih menjadi arwah gentayangan yang salah sasaran.


Ningsih memiliki seorang adik wanita dan bertahun kemudian setelah hilangnya sang kakak tanpa kabar dari asrama, adik kandungnya tiba di asrama itu dan menjadi penghuni asrama di kamar Ningsih, Ningsih melihat ada kesempatan dia bicara tentang kematiannya melalui tubuh adiknya. Ningsih pun berulang kali keluar-masuk ditubuh adiknya. Dia menebar rasa takut kepada anak-anak asrama yang tak tahu apa-apa tapi apes menempati kamarnya, diganggu Ningsih melalui tubuh adiknya yang kesurupan.

Hantu Ningsih pun ‘butuh waktu’ untuk menyadari bahwa sasaran utamanya bukanlah anak asrama yang mendiami kamarnya, tapi Pak Slamet dan Ibu Asrama. Coba dari awal dia serang itu yang jahat kayak suzanna. Ningsih baru masuk ke tubuh kepala asrama yang baru-padahal dari awal kepala asrama ini sudah ada meskipun belum lama menjabat-, dan membalas dendam ke Kinanti dan Slamet. Meski mereka tak sampai mati dibalasnya.

Tak terpikir oleh Ningsih sewaktu dia merasuki adiknya, untuk coret dinding kek cepet buka-bukaan nginfoin ke adiknya “noh dek, kakak dikubur disana”. Tapi bisa jadi sih, si Ningsih tak tahu matinya ditanam dimana. Karena pas ditanam Slamet kan dia sudah nyaris tiada. Ya atau apalah gitu kasi tulisan “kakak masih disini” atau “tolong kakak” atau “tanya slamet” kan yang hidup jadi paham. Ga sekedar masuk trus malah nyiksa badan adiknya. Alih-alih ngomong siapa yang jahat sama dia atau ngode lewat tulisan, mungkin semacam “ada kematian tak wajar disini, tanyakan dan ceritakan pada Kinanti dan Slamet kalau kalian mengalami peristiwa ganjil ini, temukan jasadku”. Tapi tak terucap dengan kata, melainkan dengan teror demi teror. Lagi-lagi, Ningsih tidak cermat.

Ketidakcermatan Ningsih dalam menilai situasi, sama dengan tidak cermatnya dia sewaktu hidup yang membiarkan lampu petromak menyala tanpa diberi penutup, ditaruh di jendela dekat gorden kain. Kalau penutup hilang ya ga usah ditaruh deket kain juga kan. Karakternya sewaktu hidup dibawanya sampai mati. Pun, terlambat bagi Ningsih. Dendam tak usai ia pun lagi-lagi terbakar di akhir film. Jiwa kemanusiaan pun mengusik penonton, mencari keadilan bagi Ningsih yang gagal ditampilkan di film ini. Adik kandung Ningsih memaafkan Slamet dan Kinanti. Titi kamal yang berperan sebagai Rini juga memaafkan mereka atas kematian teman sekamarnya. Slamet dan Kinanti tetap hidup bebas tak masuk penjara.

Rini, teman yang Apatis.

Mungkin saja hubungan Rini dan Ningsih tak dekat tapi Rini pernah berusaha menyelamatkan Ningsih dari kobaran api yang benar-benar terlambat usaha penyelamatannya ya paling ga ada inisiatif lah ya. Jarak musholla dan kamar mungkin saja jauh. Tapi api segitu besar, masak sih Ibu asrama, penjaga asrama dan Rini terlambat mengetahuinya. Padahal Ningsih berteriak. Sekalipun Rini tahu Ningsih terbakar sedemikian rupa, tak pernah Rini berusaha menjenguk Ningsih kah, mencari tahu dimana Ningsih kek, kan mereka teman sekamar di asrama itu. Setelah tahu semua peristiwa pun, Rini baru tahu Ningsih punya adik yang nerupakan siswi asrama itu.

Apa mungkin Ningsih tertutup tak pernah unjuk poto adiknya dan rumahnya. Atau mungkin Rini yang tak pernah peduli untuk bertanya rumah Ningsih, entah semasa hidup entah sewaktu Ningsih pergi. Dimakannnya saja bulat bulat tanpa curiga keterangan Kinanti, yang mungkin bilang Ningsih dirawat. Ya tetep aja nasak sih ga curiga temennya ga balik-balik. Tapi bisa jadi, Rini membenci Ningsih karena gara-gara Rini reflek berusaha menolong Ningsih tapi tangannya jadi ikut terbakar. Mungkin aja ya kan?

Bisik-bisik Mama untuk anak: Perkara nyawa tak se-sepele di film ini yang bisa diabaikan dan hidup bebas setelahnya. Di dunia luar film, orang bisa masuk penjara, dan bukan hantu yang meneror, tapi hukum, agama dan masyarakat. Jangan jadi manusia ga punya hati dan kemanusiaan macam Kinanti dan Slamet. Jangan mau di ajak-ajakin jalan jelek tuh kayak Slamet, kan kayak ogeb jadinya seperti Kinanti. Padahal kan dia Ibu asrama, tapi sisi kemanusiaannya ga ada banget. Ningsih aja ga sampai mati bunuh mereka yang bunuh. Jangan lupa untuk selalu berHati-hati kalau nyalain api dan kalau tidur jangan kebo-kebo bangetlah.

Cari temen yang bener, jangan temen kayak Rini yang ga mencari saat temennya mati, dikubur dimana kek, hubungin keluarganya kek, kagak padahal dia itu saksi mata. Akhirnya ga ketahuan ningsih itu mati. Ga dicari tu ningsih sama si rini. Ga curiga juga sama siapa-siapa. Plus sudah tahu matinya Ningsih tu ga adil, malah mengikhlaskan. Aduh. Realistislah!

Anda mungkin juga suka...

Tinggalkan Balasan