Saya ga habis pikir begitu tahu masih ada media yang tidak bayar penulis. Ini tahun berapa sih? Saat orang butuh duit dan literasi makin mahal nilainya, ‘dunia menulis yang terselubung’ ini masih eksis. Maksudnya? Kalau kamu tertarik detailnya, keep on reading.
Sewaktu saya nulis konten untuk blog ini mengenai cara mendapatkan penghasilan tambahan, menulis salah satu yang bisa dilakukan. Jam fleksibel, bisa dikerjakan via hp atau komputer. Praktis. Hingga sampailah saya pada situs-situs yang menerima tulisan dan jeng jeng! Medianya ga menyediakan bayaran. What?! Bolak-balik saya baca, isi situs tidak berubah, memang tertera demikian; menerima tulisan dan tidak menyediakan honor.
Saya pun heran kenapa ga dikasi honor atau sekurang-kurangnya merchandise lah atau apa kek gitu. Selama ini saya kira yang nulis di media dapet duit semua. Kalaupun mereka dibayar kecil, setidak-tidaknya dibayar. Ga gratis pure gratis total. Eh, rupanya memang ada yang membuka penerimaan kirim karya tapi tidak memberikan honor. Trus ada yang mau pula ngirim.
Saya ngerti, mungkin medianya masih kecil, ya tapi janganlah sampai ga dibayar. Masih ga masuk akal aja. Situsnya mau maju, mau dapet duit, butuh konten. Se-idealis-idealisnya, dengan tujuan berbagi informasi atau apalah, tetap saja mereka dapat uang kan?
Penulisnya mau lanjut hidup, dapet duit, ngasi konten. Belum lagi kalau medianya minta tulisan unik, dikira mikir hal unik dan menuangkannya dalam tulisan seperti menjentikkan jari? Jadilah! Maka jadi?
“ya udah ga usah kirim tulisan ke media yang ga bayar. Kirim aja sana ke yang bayar, kayak lu bisa aja nulis bagus. Belum tentu juga bagus tulisan lu, gratisan aja ga lolos, apalagi yang bayar?”
Ya sama aja, kalau ngerasa bisa nulis dan sanggup ngisi konten situs anda sendiri, ga usah buka kiriman tulisan. Anda saja yang bikin kontennya sendiri, coba saja sendiri anda konsisten untuk paksa otak anda ngisi konten sehari tiga kali di situs anda.
Tidak se-simple itu. Man, nulis itu sangat tidak mudah! Saya aja nih nulis di blog pribadi gratisan gini aja sulit. Kerja keras. Apalagi yang lain?
Menulis bisa banget mengundang kematian karena memang mempertaruhkan nyawa. Terdengar berlebihan tapi sebenernya enggak juga. Begadang, ngopi, ngerokok, junk food, cemilan yang ga sehat, only just to keep their energy to focus on what’s their working on, for you, man!
Menghabiskan banyak waktu yang tak bisa kembali guna menyelesaikan suatu karya, mencari inspirasi, ide, mengikuti aturan situsnya, membaca beberapa tulisan disana agar bisa memberi gambaran media itu sukanya yang bagimana, condongnya kemana, mencari ide, menyesuaikan gaya kepenulisan, riset, analisa dan sebagainya. Dimuat tidaknya aja belum tentu dikabarin.
Setelah kirim pun nunggu waktu tunggu juga lumayan lama, bisa bulanan, untuk kemudian bisa dicoba kirim ke tempat lain. Deg-degan, jantung tambah berdebar, kepala cenut-cenut, mata bisa rabun karena ngetik dan baca, otak bisa tambah stress dan berat beban kerjanya, semua itu dilalui penulis untuk merampungkan karya tulisnya, untuk dikirim ke situs tersebut eh tambah pula ga dibayar begitu lolos dan dipublikasi. Ada resiko kesehatan yang mengintai.
Belum lagi kalau nulis fiksi, otak kita mulai berimajinasi, menciptakan tokoh, mengada-adakan sesuatu. Mengarang dialog. Membumbui cerita. Seperti cerpen. Apalagi puisi, menggambarkan semua peristiwa utuh dalam beberapa garis kalimat saja. Susah.
Tema media yang dituju juga berpengaruh menambah tekanan. Kita baca tulisan-tulisan yang sudah dimuat disana, wih merasa insecure kemudian. Menyesuaikan topik dengan tema media bukan hal mudah. Media Islami, berarti buat cerpen Islami. Nah susah. Media populer untuk anak muda juga gitu, mau pakai tulisan “gue elo” tapi liat tulisan yang dipublikasikan disana ga ada yang nulis “gue elo”, akhirnya mikir lagi, ngedit lagi dan sebagainya. Ini pekerjaan atau profesi yang butuh berpikir ekstra. Kreatifitas. Mbok ya di hargai. Nominal dikit rasanya masih mending daripada ga sama sekali lho.
Padahal kalau situs-situs itu bisa buat situs domain dan hosting berbayar, sudah barang tentu tujuan kedepannya adalah uang. Dari afiliasi, dari iklan, monetasi, donasi dan endorse. Whatever it is, yang jelas to earn something.
Tujuan menggaet banyak penulis dengan ragam topik itu kan ga sekedar ngeramein, tapi juga untuk meningkatkan trafik organik mesin pencari, kalau trafik bagus, oke, akan membuka banyak kesempatan bagi situs itu untuk kerjasama dengan pihak lain.
Mirisnya lagi, kalau media tersebut kemudian besar, penulis yang pernah nyumbang tulisan itu gimana? Dikirimin honor ga di kemudian hari? Atau dibiarin aja gitu, tulisannya tetap terpajang, medianya kian besar, penulisnya masih berburu uang tambahan. Nyari ide baru karena hampir semua media ga mau memuat tulisan yang sudah pernah dipublikasikan di media lain. Ya trus ngapain? Apa itu bukan eksploitasi? Coba buka ini. Oh, masih bukan ya? Maaf.
Oh mungkin mereka ‘memanfaatkan’ jiwa-jiwa remaja yang suka menulis, yang mencari pengakuan, di publikasi, belum mikirin duit, portfolio atau apalah. Masih bergelora menjalani passion. Masuk akal kalau ini ‘sasaran’ pasar mereka yang tak mau bayar itu.
Selanjutnya nemu lagi saya ada situs-situs yang menerima tulisan dan dibayar dengan per klik atau per view. Hm.. menarik ini. Saya baca ketentuan. Ternyata malah ini bikin saya tambah ga habis pikir, karena sudahlah kita mikirin konsep penulisan, nulis, tambah lagi harus mikirin SEO. Agar banyak yang klik tentu saja.
Karena meskipun bayarannya bisa menggiurkan per klik-nya, tapi susah bikin tulisan yang bisa menarik orang untuk dateng dan baca, kalau ga ditopang SEO dan ‘nama besar’ medianya juga. Apalagi pesaing situs sekarang kan ada aplikasi-aplikasi yang bisa di download gratis.
Kalau medianya Cuma ngarep dari tulisan menarik, unik, SEO friendly, yang mereka terima, tapi media itu ga promosiin, ga punya jejaring, makan ati yang ada. Kita pantau terus tulisan kita, ikut promosi sana-sini biar kekasih, keluarga, teman, sanak saudara dan handai taulan bisa baca. Cukup? Enggak. Apalagi kalau akun media sosial kita pertemanannya sedikit.
Jika per klik dibayar paling mahal 100 rupiah pun, kalau dilihat 30 orang saja, berarti baru dapat 3000 rupiah. Sedangkan situsnya dapat banyak karena per klik dibayar 1 dolar misalnya. Itu baru dari satu tulisan aja. Ya ga?
Walaupun medianya ada tim yang harus digaji, ya seharusnya penulis juga dianggap tim. Mereka ikut membangun media itu. Apalagi kalau tulisannya bagus, SEO friendly, topik aktual atau kekinian, orisinil bukan plagiat, penulisan sesuai panduan umum Bahasa Indonesia. Semuanya pakai otak mereka itu nulisnya.
Penulis dapat pengalaman? Ah ga juga. Karena file tulisan yang dikirim, lebih sering ditolak tanpa pemberitahuan letak kesalahan atau alasannya apa. Jadi penulis juga susah upgrade. Sudah nulisnya berjuang, nunggu konfirmasi lama, ga ada konfirmasi pokoknya lewat waktu tunggu, kirim ke tempat lain. Ya terus dapet apa penulisnya? Ilmu juga enggak.
Kurang lebih dapatlah sepatah dua patah “maaf tulisan anda belum bisa dimuat karena beda konteks” atau karena kepanjangan, kependekan, tidak fokus pada satu tema, banyak typo, ide terlalu umum, jalan cerita kurang menarik, tidak sesuai visi media kami, tulisan anda ada plagiasinya, foto tidak mencantumkan sumber, dsb. Ya apalah gitu walau cuma sebaris. Sehingga penulis tidak dibiarkan bertanya-tanya “oh ga dimuat, salahnya dimana ya? Perasaan udah bener” dsb.
Tapi kalau tidak ada balasan apa-apa, ya penulis beneran ga dapet apa-apa. Kalau dimuat ga dapet uang, ditolak tanpa catatan pun ga dapet pengalaman yang bisa dijadikan perbaikan, kecuali menambah daftar situs yang menolak tulisan.
Penulis dapat portfolio? Untuk melamar kerja menggunakan portfolio menulis pun, tim perekrut ga manggut-manggut aja. Di krosceknya satu-satu untuk bukti bener ga pernah tayang tulisannya dan pada situs apa. Maaf banget maaf, kalau tulisannya di muat di media ‘sepi’, bisa juga dipertimbangkan akan gugur seleksi kerja, apalagi kalau tim kurasi atau redaksi dan pengasuh rubriknya ga ketahuan track recordnya gimana. Mungkin aja kan?
Kan pasti adalah satu dua situs yang bangun aja situs tapi terbengkalai, buat uji coba misalnya. Atau situsnya setelah muat tulisan beberapa penulis, tau-tau tutup. Dikira nanti bohong, gimana?
Ada beberapa media yang tidak menyediakan honorarium tapi tim kurasi dibalik lolos tidaknya karya tuh, memang orang-orang yang berpengalaman di dunia jurnalistik. Nah oke, bisa buat jadi portfolio.
Istilahnya karya lolos setelah dikurasi kurator yang kompeten. Kayak nulis untuk koran nasional, walaupun ga dibayar begitu di publikasi berhasil lolos, pasti bangganya sampe ubun-ubun. Karena terkenal tim nya saklek misalnya dan korannya tuh susah banget ditembus, pesaingnya pun ga main-main. Daripada kirim di yang ga bayar tapi nama belum gede-gede banget ngapain? Diajaknya susah, dinikmatinya hasilnya sendiri. Gitu bukan, sih?
Ya mending sekalian, kalau mau kirim yang gratis dan bagus untuk portfolio pun sekalian aja ceburin koran-koran nasional, situs-situs besar, atau media yang memang tim kurasinya tuh lumayan punya nama. Sekalian waktu tercurah, tenaga, dan sebagainya difokuskan kesana.
Atau ga, ikut lomba tulis, sekalian juga tuh ngabisin waktu disana aja, kalau menang lumayan hadiahnya. Atau juga menulis di media yang oke meski dibayar seikhlasnya. Yang penting ada apresiasi.
Penulis juga paham lah. Ibarat kerja di kantor baru buka usaha, masih merintis dan kecil, kalau langsung minta gaji besar ya tiwas juga pelaku usaha.
Poinnya ini kan ada di apresiasi, penghasilan tambahan, kalau mau penghasilan tetap ya coba lamar di tempat yang buka lowongan untuk menulis. Karena belum tentu juga kan mereka kirim doa ke penulis yang udah ngasi tulisan bagus secara gratis?
Bukan berarti mata duitan, please deh ngana bangun situs itu apa ngana mata duitan? Kalau ngana pasang iklan apa berarti tidak idealis? Padahal ngana butuh dana melanjutkan usaha. Tindakan ngana, ngana benarkan. Pikiran dan tindakan orang lain disalahkan? Yang benar saja.
Susah bos, kalau ga dibayar. Kerja keras tapi pulsa tetap nol. Beli rokok aja sampai ngeteng. Ga bisa sebungkus. Ya sekalian kirim di media yang memang untuk amal dan donasi misalnya.
Baca juga: daftar situs terupdate 2021 bayar penulis