Memulai bisnis dengan teman bisa jadi sangat menguntungkan, tapi juga bisa merepotkan, seperti kisah Eduardo Saverin dan Mark Zuckerberg. Ada beberapa hal yang bisa dipetik dari cerita manis berakhir getir ini, yang bisa dijadikan pertimbangan ketika memutuskan berbisnis dengan teman. Mari kita lihat Kerjasama Bisnis Antara Saverin dengan Zuckerberg
Pertama, pemilihan teman untuk menjadi rekan bisnis, tidak bisa asal main perasaan karena sudah dekat. Tapi harus dilihat dari bisa tidaknya teman tersebut diajak bekerja sama untuk prospek bisnis yang hendak dibangun. Bukan karena teman bersedia juga, kemudian tidak dapat untung atau melakukan secara cuma-cuma seperti “Minjem modal sekian nanti diganti kalau usaha berhasil”, tetapi ada penawaran imbalan yang lebih baik. Karena kalau habis pinjam uang trus lepas tangan, berarti usaha tetap dijalankan seorang diri. Tetapi jika rekan turut diajak mendirikan, bangun-kelola usaha bisa dikerjakan bersama.
Seperti Mark yang memilih Saverin untuk bersama mendirikan ide usaha tersebut. Secara ekonomi, Saverin mampu. Juga karena Saverin tampak seperti orang yang mengenal bisnis. Pengetahuan itu akan berguna dalam mengembangkan Facebook karena Mark tak cukup tahu dengan dunia bisnis. Mark memberikan imbalan 30% saham jika Saverin mau mendanai bisnis usaha sebesar 15 ribu dollar, dan Saverin bertugas mengurusi pendanaan bisnis dan proyeksi bisnis ke depan, sedangkan Mark mengurusi bagian usaha itu sendiri. Kesepakatan pun terjadi.
Kedua, pentingnya menyatukan visi dan komitmen keinginan untuk maju bersama. Jika visi terhadap suatu usaha tidaklah sama, yang satu ingin usaha makin besar, yang satu merasa nothing to lose-kalau sudah launching ya sudah.
Dalam kasus ini, Saverin memiliki usaha sampingan bernama Joboozle, sebuah situs yang bergerak di bidang mencari dan menyediakan lowongan kerja, kemudian mempromosikan usaha sampingannya itu di laman situs Facebook tanpa ijin atau pemberitahuan terlebih dahulu, dan gratis tidak bayar, membuat Zuckerberg marah.
Ini dikarenakan Facebook juga akan dikembangkan bagi pengguna situs tersebut bisa mencari dan membuka lowongan pekerjaan dan ide itu sempat dibagi juga ke Saverin, tetapi malah keduluan, padahal Saverin juga salah satu pendiri Facebook, kok bisa buat usaha yang bisa matiin Facebook, kira-kira begitu. Mark merasa kecolongan, mendapatkan pesaing dari internal perusahaan sendiri, sekaligus karena Saverin tidak kunjung membawa modal tambahan dari investor padahal kebutuhan dana terus meningkat.
Ketiga, memahami bentuk perusahaan dan berdiskusi dengan ahlinya. Baik Mark dan Saverin tak cukup paham dengan karakteristik perusahaan. Saverin turut menandatangani persetujuan untuk peleburan perusahaan Florida dengan Delaware tersebut yang tanpa kesadaran hukumnya mengakibatkan bisa berkurangnya saham kepemilikannya. Saverin juga menandatangani One Shareholder agreement memberikan sepenuhnya pengendalian Facebook karena Saverin dan Mark berada di dua kota berbeda, untuk kemudahan pengambilan keputusan dan kelancaran bisnis.
Akan sulit bagi Mark mengeluarkan pemilik saham nomor dua terbesar di Facebook jika dia masih memiliki saham dengan jumlah cukup besar. Dengan sedikitnya jumlah saham yang dimiliki Begitu saham Saverin kian mengecil, Mark bisa memecat Saverin.
Salah satu cara untuk mengurangi jumlah kepemilikan suatu perusahaan adalah dengan restukturasi perusahaan melalui cara merger (penggabungan) dan akuisisi /(pengambilalihan). Mark yang di awal pendirian facebook membangun perusahaan berbentuk LLC (Limited Liability Company) di Florida-yang di Indonesia LLC berarti Perseroan Terbatas, kemudian membangun juga perusahaan berbentuk Corporation di Negara bagian Amerika Serikat yang lain, di Delaware. Selanjutnya, perusahaan Mark di Delaware tersebut melakukan M&A dengan perusahaan Mark yang di Florida, mengakibatkan terjadinya pengurangan saham.
Pun pengacara Mark sudah menunjukkan kekhawatiran akan adanya tuntutan fiduciary duty yang akan diajukan Saverin jika Mark terus mengurangi saham Saverin, tapi Mark tetap melanjutkan rencananya dengan mengeluarkan atau menerbitkan saham perusahaan lagi untuk bisa dimiliki investor-investor lain sehingga makin berkuranglah sahamnya Saverin dari 30% diawal menjadi 24% kemudian merosot lagi menjadi dibawah 10% kemudian Saverin dipecat oleh Mark.
Saverin kemudian menuntut Mark sebanyak dua kali dalam tuntutan yang berbeda dan dimenangkan oleh Saverin dengan hasil Saverin tidak kehilangan sahamnya secara total melainkan tetap memiliki saham tapi menjadi sebesar 5-10%.
Keempat, musuhmu temanmu. Ada yang mengatakan demikian. Karena Saverin sakit hati dengan tindakan Mark dengan usahanya menyingkirkan Saverin dari perusahaan. Saverin mendatangi penulis buku terkenal Ben Mezrich untuk menulis kisah sekelompok anak muda dari Harvard yang berhasil menciptakan big hit. Saverin menyerang reputasi Mark lewat kisah di buku berjudul The Accidental Billionare yang kemudian diangkat sebagai film The Social Network. Ingin tahu bagaimana Mark dicitrakan? Bisa tonton langsung filmnya.
***
Empat poin tersebut bisa dijadikan pertimbangan ke hati-hatian dalam memilih teman sebagai rekan bisnis. Begitu memutuskan membentuk suatu usaha dalam suatu non ataupin badan hukum, ada konsekuensi logis yang mengikuti.
Jika teman benar-benar serius dan memiliki kesamaan visi, membangun usaha dari nol dirasa lebih ringan karena ada teman untuk berbagi dan sharing idea. Tapi jika teman tak serius, tentu akan sulit ke depannya menjalankan usaha.
Seperti Mark yang tak pernah meminta Saverin secara lisan untuk mundur baik-baik atau musyawarah mengenai kinerjanya, Mark justru mengambil jalan rumit begitu pula Saverin, untuk sama-sama mengakhiri kerjasama mereka. Tak sekedar untung, bisa juga buntung.
(tulisan ini pernah saya muat di laman kompasiana 11 Februari 2021 09:32, dimuat ulang di blog saya ini tanpa perubahan isi)